A. Larangan menyendiri dengan tunangan
Berdua-an tanpa mahram; dilarang !!! |
Agama tidak membolehkan melakukan sesuatu terhadap pinangannya, kecuali melihat saja, sedang perbuatan-perbuatan lainnya, seperti menyendiri (berdua-an) dengan tunangan dihukumi haram. Berdua-an dengan tunangan tak akan bisa selamat daripada terjatuh pada perbuatan yang dilarang agama. Akan tetapi bila dalam bersendirian itu ditemani oleh salah seorang mahramnya guna mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan maksiat, hukumnya dibolehkan.
Dari Jabir, Rasulullah saw. pernah bersabda: " Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari kemudian mak janganlah sekali-sekali
menyendiri dengan seorang perempuan yang tidak disertai oleh mahramnya,
sebab nanti yang jadi oragn ketiganya adalah setan."
Dari 'Amir bin Rabiah, Rasulullah saw. pernah bersabda: " Janganlah
sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan perempuan yang tidak
halal baginya, karena orang ketiganya nanti adalah setan, kecuali kalau
ada mahramnya." (HR.Ahmad).
Bahaya dan akibat melengahkan masalah menyendiri dengan perempuan.
Akibat Pergaulan Bebas |
Banyak
sekali orang-orang yang melengahkan persoalan ini, sehingga anak
perempuannya atau keluarga perempuannya dibebaskan bergaul dengan
tunangannya atau menyendiri tanpa ada lagi pengawasan serta pergi ke
mana saja mereka suka tanpa pengawalan. Akibat dari perbuatan ini
akhirnya perempuanlah yang kehilangan harga dirinya, rasa malunya dan
kegadisannya, padahal hari perkawinannya belum lagi dilangsungkan,
sehingga malah ia kehilangan kesempatan untuk kawin.
B. Hukum membatalkan pinangan
Pinangan merupakan langkah pendahuluan sebelum aqad nikah, Seringkali sesudah diikuti dengan memberikan pembayaran maskawin (mahar)
Pinangan juga bisa putus |
seluruh atau
sebagiannya dan memberikan macam-macam pemberian guna memperkokoh
pertalian dan hubungan yang masih beru itu. Akan tetapi teradang terjadi
salah satu pihak membatalkan pinangan di tengah jalan. Bolehkah ?
bagaimana barang-barang yang sudah diberikan ?
- Pinangan semata-mata baru perjanjinan hendak melakukan akad nikah, tapi belum terjadi aqad nikah.
- Membatalkan pinangan adalah menjadi hak dari masing-masing pihak . Terhadap yang menyalahi janjinya, Islam tidak menjatuhkan hukuman material, sekalipun perbuatanini dipandang amat tercela dan dianggapknya sebagai salah satu dari sifat-sifat kemunafikan, kecuali kalau ada alasan-alasan yang benar yang menjadi sebab tidak dipatuhinya perjanjian tadi. Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw. bersabda: "Sifat orang munafik itu ada tiga: Apabila berbicara dusta, bila berjanji menyalahi, dan bila dipercaya khianat."
- Jika aqad nikah batal, maka mahar yang telah diberikan oleh peminang berhak untuk diminta kembali, karena mahar diberikan sebagai ganti dan imbalan perkawinan. Adapun pemberian-pemberian dan hadiah-hadiah lain (non mahar) yang telah diberikan peminang, hukumnya sama dengan hibah; secara hukum hibah tidak boleh diminta kembali, karena merupakan suatu derma sukarela dan bukan sebagai pengganti dari sesuatu. Tetapi jika pemberian itu bersyarat; misalnya sebagai imbalan dari sesuatu yang akan diterimanya dari pernerima hibah, lalu tidak dipenuhi, maka hibahnya boleh diminta kembali.
Hal ini didasarkan kepada:
1. Riwayat Ash-Habus Sunan (Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi, Nasa'i) dari Ibnu Abbas. Rasulullah saw telah bersabda: "Tidak
halal seorang yang telah memberikan sesuatu atau menghibahkan sesuatu
lalu meminta kembali barangnya, kecuali ayah terhadap anaknya."
2. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw. telah bersabda:
" Orang yang menarik kembali barang yang diberikannya adalah laksana orang yang menarik kembali sesuatu yang dimuntahkannya."
3. Dari Salim, dari bapaknya, Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa memberikan hibah, maka dia masih tetap lebih berhak terhadap barangnya, selama belum mendapatkan imbalannya."
Pendapat para ahli Fikih mengenai hadiah yang sudah diberikan
- Pengadilan Mesir yang berdasarkan madzhab Hanafi menggariskan: segala
Hadiah Bersyarat, bisa
Diminta kembali. - Golongan Maliki menitik-beratkan pada masalah siapakah pihak yang membatalkan pinangan. Jika yang membatalkan pihak laki-laki, dia tak berhak lagi meminta kembali barang -barang yang dihadiahkannya. Tetapi jika pihak perempuan yang membatalkannya, maka ia berhak meminta kembali semua barang yang pernah dihadiahkannya, baik barang itu masih utuh maupun sudah rusak, jika sudah rusak harus diganti, kecuali ada perjanjian sebelumnya atau menurut uruf yang berlaku pada masyarakatnya.
- Menurut golongan Syafi'i, barang-barang hadiahnya harus dikembalikan, baik masih utuh atau sudah rusak. Jika masih utuh cukuplah barang-barangnya semula itu dikembalikan. tetapi jika sudah rusak diganti harganya.
Wallaahu a'lam.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ
ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ “Maha suci Engkau ya
Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
sumber : jadipintar.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas saran & kritiknya !!