Takbir Diiringi Bunyi Beduk. |
Bertakbir atau mengagungkan nama Allah adalah salah satu dari sekian banyak lafadz dzikir. Takbir yang saya maksud pada postingan ini adalah takbir yang biasa dibacakan pada hari raya, atau yang biasa disebut dengan takbiran, di dalamnya termasuk juga ada kalimah tahlil dan tahmid. Pada saat-saat menjelang hari raya, gema takbir berkumandang di seantero pelosok tanah air; di masji-masjid, di televisi dan radio, takbir keliling
jalanan dan di beberapa tempat lain dengan pengeras suara, dengan
lafadz yang bervariasi, bahkan terkadang dengan iringan musik plus berjingkrak-jingkrak. Takbiran sudah menjadi budaya menjelang hari raya.
Dasar Hukum Takbiran
Membaca takbir pada kedua hari raya itu hukumnya sunat, berdasarkan beberapa firman Allah dalam Al-Qur'an. Mengenai takbir Idul Fitri Allah berfirman:
وَلِتُڪۡمِلُواْ
ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُڪَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡ وَلَعَلَّڪُمۡ
تَشۡكُرُونَ
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur. (Q.S.Al-Baqarah: 185).
Sedang mengenai takbir Idul Adha, firman-Nya:
وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ فِىٓ أَيَّامٍ۬ مَّعۡدُودَٲتٍ۬ۚ
Dan
berzikirlah [dengan menyebut] Allah dalam beberapa hari yang berbilang ... (Q.S.Al-Baqarah: 203)
Waktu Mulai dan Akhir Takbir.
- Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa takbir pada hari raya Fitri ialah mulai pada waktu pergi shalat 'Id sampai dimulai khotbah. Menurut Hakim, hal ini merupakan sunnah yang umum tersiar di kalangan ahli-ahli hadits. Juga ia merupakan pendapat Malik, Ishak, Ahmad dan Abu Tsaur. Hal ini berdasarkan beberapa hadits:
- Dari Ibn Abi Syaibah yang meriwayatkan bahwa Nabi saw. keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 5621)
- Dari Nafi: “Dulu Ibn Umar bertakbir pada hari id (ketika keluar rumah) sampai beliau tiba di lapangan. Beliau tetap melanjutkan takbir hingga imam datang.” (HR. Al Faryabi dalam Ahkam al Idain)
- Dari Muhammad bin Ibrahim (seorang tabi’in), beliau mengatakan: “Dulu Abu Qotadah berangkat menuju lapangan pada hari raya kemudian bertakbir. Beliau terus bertakbir sampai tiba di lapangan.” (Al Faryabi dalam Ahkam al Idain)
- Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa permulaannya ialah semenjak kelihatannya hilal pada malam hari raya Fitri itu samapai pagi hari waktu pergi ke tempat shalat, atau sampai imam pergi shalat.
Lafadz Takbir
Tidak terdapat riwayat lafadz takbir
tertentu dari Nabi saw. Hanya saja ada beberapa riwayat dari
beberapa sahabat yang mencontohkan lafadz takbir. Diantara riwayat tersebut
adalah:
1. Takbir Ibn Mas’ud r.a.. Riwayat dari beliau ada 2 lafadz takbir:
أ- اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
ب- اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ
أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
Keterangan:
Lafadz: “Allahu Akbar” pada takbir Ibn Mas’ud boleh dibaca dua kali atau tiga
kali. Semuanya diriwayatkan Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf.
2. Takbir Ibn Abbas r.a.
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ
اللَّهُ
أَكْبَرُ، عَلَى مَا هَدَانَا
Keterangan:
Takbir Ibn Abbas r.a.diriwayatkan oleh Al Baihaqi dan sanadnya dishahihkan Syaikh
Al Albani.
3. Takbir Salman Al Farisi r.a.:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Keterangan: Ibn Hajar mengatakan: Takbir
Salman Al Farisi r.a. diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam Al
Mushanaf dengan sanad shahih dari Salman.
Kebiasaan yang Salah Ketika Takbiran
a. Takbir berjama'ah di masjid atau di lapangan
Takbir berjama'ah di Masjid. |
Karena takbir yang sunnah itu dilakukan
sendiri-sendiri dan tidak dikomando. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Anas
bin Malik bahwa para sahabat ketika bersama nabi pada saat bertakbir, ada yang
sedang membaca Allahu akbar, ada yang sedang membaca laa ilaaha illa Allah, dan satu sama lain tidak saling menyalahkan… (Musnad Imam Syafi’i 909)
Riwayat ini menunjukkan bahwa takbirnya
para sahabat tidak seragam. Karena mereka bertakbir sendiri-sendiri dan tidak
berjamaah.
b.
Takbir dengan menggunakan pengeras suara
Takbir Keliling, hur-hura belaka. |
Perlu dipahami bahwa cara melakukan
takbir hari raya tidak sama dengan cara melaksanakan adzan. Dalam syariat
adzan, seseorang dianjurkan untuk melantangkan suaranya sekeras mungkin. Oleh
karena itu, para juru adzan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Bilal, dan Abdullah bin Umi Maktum ketika
hendak adzan mereka naik, mencari tempat yang tinggi. Tujuannya adalah agar
adzan didengar oleh banyak orang. Namun ketika melakukan takbir hari raya,
tidak terdapat satupun riwayat bahwa Bilal naik mencari tempat yang tinggi
dalam rangka melakukan takbiran. Akan tetapi, beliau melakukan takbiran di
bawah dengan suara keras yang hanya disengar oleh beberapa orang di
sekelilingnya saja.
Oleh karena itu, sebaiknya melakukan
takbir hari raya tidak sebagaimana adzan. Karena dua syariat ini adalah syariat
yang berbeda.
c.
Hanya bertakbir setiap selesai shalat berjamaah
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
takbiran itu ada dua. Ada yang terikat waktu dan ada yang sifatnya mutlak
(tidak terikat waktu). Untuk takbiran yang mutlak sebaiknya tidak dilaksanakan
setiap selesai shalat fardlu saja. Tetapi yang sunnah dilakukan setiap saat,
kapan saja dan di mana saja. Ibnul Mulaqin mengatakan: “Takbiran
setelah shalat wajib dan yang lainnya, untuk takbiran Idul Fitri maka tidak
dianjurkan untuk dilakukan setelah shalat, menurut pendapat yang lebih kuat.” (Al I’lam bi Fawaid Umadatil Ahkam: 4/259)
Amal yang disyariatkan ketika selesai
shalat jamaah adalah berdzikir sebagaimana dzikir setelah shalat. Bukan
melantunkan takbir. Waktu melantunkan takbir cukup longgar, bisa dilakukan
kapanpun selama hari raya. Oleh karena itu, tidak selayaknya menyita waktu yang
digunakan untuk berdzikir setelah shalat.
d.
Tidak bertakbir ketika di tengah perjalanan menuju lapangan
Sebagaimana riwayat yang telah
disebutkan di atas, bahwa takbir yang sunnah itu dilakukan ketika di perjalanan
menuju tempat shalat hari raya. Namun sayang sunnah ini hampir hilang,
mengingat banyaknya orang yang meninggalkannya.
e.
Bertakbir dengan lafadz yang terlalu panjang
Sebagian pemimpin takbir sesekali
melantunkan takbir dengan bacaan yang sangat panjang. Berikut lafadznya:
الله أكبر كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَلَا
نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ
الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ…
Takbiran dengan lafadz yang panjang di
atas tidak ada dalilnya. WAllahu
a’lam.
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ
ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ “Maha suci Engkau ya
Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
sumber : jadipintar.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas saran & kritiknya !!