Pengertian Dana Talangan Haji dan Arisan Haji
Pergi Haji. |
Arti Dana Talangan Haji adalah pinjaman dari Lembaga Keuangan
Syari'ah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana, guna memperoleh
kursi haji pada saat pelunasan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji).
Nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam
jangka waktu tertentu. Kemudian Lembaga Keuangan Syari'ah ini menguruskan
pembiayaan BPIH berikut berkas-berkasnya sampai nasabah tersebut mendapatkan
kursi haji. Atas jasa pengurusan haji tersebut, Lembaga Keuangan Syariah
memperoleh imbalan, yang besarnya tak didasarkan pada jumlah dana yang
dipinjamkan.
Pengertian Arisan Di dalam beberapa kamus disebutkan bahwa
Arisan adalah pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama oleh
beberapa orang, lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan
secara berkala sampai semua anggota memperolehnya. Hukum
Arisan Secara Umum, termasuk muamalat yang belum pernah disinggung di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal
muamalah, yaitu dibolehkan.
Hukum Berhaji Dengan Pinjaman bank
Pada dasarnya berhaji dengan berhutang itu tidak diperbolehkan, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh 'Abdullah bin Abi 'Aufa, katanya:
سالت رسولولله صل لله عليه وسلم عن لرجل لم يحج ،أو يستقرض للحج ؟ قآل لا
Artinya:
"Saya tanyakan kepada Rasulullah saw. mengenai orang yang belum
menunaikan haji, apakah ia boleh berutang buat berhaji? " Ujarnya:
"Tidak!" (H.R. Baihaqi).
Perbankan; Meminjamkan Dana |
Larangan ini
terjadi karena Islam tidak menghendaki orang berhaji dengan membawa
beban hutang. Pada perkembangannya, belakangan ini di beberapa negara
untuk dapat pergi haji orang harus menunggu bertahun-tahun, hal ini
karena panjangnya daftar antri di samping adanya kuota dari otoritas Arab Saudi.
Maka orang yang berhutang misalnya meminjam dari bank, dipastikan sudah
lunas pinjamannya pada saat mendapat giliran pergi hajinya, sehingga
dia bisa pergi tanpa meninggalkan beban hutang lagi. Dari sinilah timbul
pertanyaan bolehkan berhaji dengan kredit dari bank? berikut saya
petikkan beberapa pendapat, diantaranya :
MUI :
- Majelis Ulama Indonesia tak mempermasalahkan mekanisme
penggunaan dana talangan dalam pelaksanaan haji. “Sudah ada fatwanya, mekanisme
dana talangan dibolehkan secara syariah,” ujar Ketua MUI Ma”ruf Amin saat
dihubungi, Rabu, 10 Oktober 2012.Ma”ruf menjelaskan, mekanisme pinjaman ke bank untuk
pelaksanaan haji dibolehkan, asalkan tidak ada imbalan atau komisi dalam
talangannya. Komisi hanya boleh diterapkan perbankan dalam proses
pengurusannya.
Fatwa Ulama Muhammadiyah :Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menetapkan fatwa terkait masalah itu. Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah:
- Tak ada halangan bagi orang yang melakukan ibadah haji dengan harta pinjaman dari orang lain. Asal halal. Haji yang dilakukan dengan harta demikian kalau sesuai dengan agama, sah hukumnya, dan hajinya pun dapat saja mencapai haji mabrur,'' demikian bunyi fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah.
- Meski begitu, ada syarat atau catatan yang harus diperhatikan, yakni pinjaman atau utang untuk naik haji itu bukan takaluf. Takaluf artinya mengada-ada secara tidak semestinya. Yakni, meminjam uang untuk naik haji kepada orang lain, namun tak memiliki sesuatu yang dapat dijadikan sumber untuk mengembalikan pinjaman itu atau "Asal Pinjam."
- Sedangkan, bagi orang yang mempunyai harta (benda) dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman utang, meminjam uang untuk berhaji tidak menjadi masalah. ''Misalnya, seseorang yang sudah berniat haji, tetapi pada saat pelunasan ONH, barang yang akan dijual untuk biaya haji belum laku. Kemudian ia pinjam atau berutang kepada saudara atau temannya. Sesudah pulang dari haji barang itu baru laku dan dikembalikan pinjaman tersebut,'' demikian bunyi fatwa itu.
- Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah, sebaiknya orang yang berangkat haji itu tak memiliki tanggungan apa-apa.
Fatwa Ulama NU : Fatwa yang sama juga telah ditetapkan para ulama NU dalam Muktamar ke-28 di Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta pada 25-28 November 1989. Dalam fatwanya, ulama NU bersepakat bahwa:
- Mengambil kredit tabungan dengan jaminan dan angsuran dari gaji untuk membiayai ibadah haji adalah sah. ''Hukum hajinya sah,'' demikian bunyi fatwa tersebut. Sebagai dasar hukumnya, para ulama NU mengambil dalil dari al-Syarqawi, Juz I, halaman 460: ''Orang yang tidak mampu, maka ia tidak wajib haji, akan tetapi jika ia melaksanakannya, maka hajinya sah.'' Dalil lainnya yang digunakan sebagai dasar hukum adalah Nihayatul Muhtaj, Juz III, halaman 223: ''Sah haji orang fakir dan semua yang tidak mampu selama ia termasuk orang merdeka dan mukallaf (Muslim, berakal dan balig), sebagaimana sah orang sakit yang memaksakan diri untuk melaksanakan shalat Jumat.''
- Haji dengan uang dari utangan tidak merusak sahnya ibadah haji. Apalagi bila di balik utang itu ada tujuan yang mulia, yaitu menemani orangtua, atau wanita yang tidak memiliki mahram.
- Seseorang, kata Syekh al-Utsaimin, tidak wajib menunaikan ibadah haji jika ia sedang menanggung utang, tapi tidak menggugurkan syarat sahnya. Sebagian ulama, berpandangan; jangan berutang untuk menunaikan ibadah haji, karena ibadah haji dalam kondisi seperti itu hukumnya tidak wajib.
- Dengan kemurahan rahmat Allah SWT, seseorang hendaknya tidak memaksakan diri dengan berutang, yang ia sendiri tidak tahu kapan dapat melunasinya, bahkan barangkali ia mati dan belum sempat menunaikan utangnya. Lalu jika begitu ia menanggung beban hutang selama-lamanya.
- Syekh al-Utsaimin membolehkan kredit di bank untuk bisa berangkat haji.
Hukum Berhaji Dengan Arisan Haji
Arisan Haji, Diundi Bergilir. |
- Pada Muktamar ke-28 NU, tim perumus Komisi I Masail Diniyah yang diketuai KH Agil Munawwar menetapkan kedudukan arisan haji yang jumlah setorannya berubah-ubah. Para ulama NU bersepakat pada dasarnya arisan dibenarkan. Sedangkan terkait arisan haji karena berubah-ubahnya ONH, terdapat perbedaan pendapat. ''Tentang hajinya tetap sah,'' demikian bunyi fatwa itu. Dasar hukum yang digunakan sebagai rujukan adalah al-Qulyubi, juz II, halaman 258. ''Perkumpulan yang populer (misalnya arisan) di kalangan wanita, di mana masing-masing wanita tersebut mengeluarkan sejumlah uang dan memberikannya kepada salah seorang dari mereka secara bergantian sampai giliran yang terakhir, maka yang demikian itu sah.''
- Pandangan hukum Islam terhadap arisan haji adalah sebagai muamalah yang diperbolehkan, meskipun ONHnya berubah-ubah. sehingga setoran yang harus diberikan oleh peserta arisan juga harus berubah-ubah. Sebab arisan itu menggunakan qiradl (hutang piutang), sehingga perbedaan jumlah setoran tidak mempengaruhi keabsahan aqad tersebut. .Dasar pengambilan Kitab Qolyubi juz 2 halaman 258, Al Mahali juz 2 halaman 287, dan Kitab Nihayatul Muhtaj juz 3 halaman 233.
- Syekh al-Utsaimin juga membolehkan arisan haji. Wallaahu a'lam.
sumber : jadipintar.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas saran & kritiknya !!