Beda Madzhab Tetap Kompak |
Kata Mazhab berasal dari makna kata Arab "pergi" atau "mengambil sebagai cara", dan mengacu pada pemilihan mujtahid dalam kaitannya dengan sejumlah kemungkinan penafsiran dalam menurunkan hukum Allah dari teks utama Qur'an dan hadis pada pertanyaan tertentu.
pengertian mazhab menurut fiqih adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum sesuatu masalah yang belum ditegaskan oleh nash.
Jadi, masalah
yang bisa menggunakan metode ijtihad ini adalah yang termasuk kategori
dzonni atau prasangka, bukan hal yang qoth’i atau pasti. Jadi tidak benar kalau ada istilah hukum shalat 5 waktu adalah wajib menurut mazhab Syafi’i, karena hukum shalat wajib termasuk kategori qoth’i yang
tidak bisa dibantah wajibnya oleh mazhab manapun. Berbeda jika masalah
yang dihadapi tentang hal-hal yang asalnya masih samar seperti hukum
menyentuh kulit wanita yang bukan muhrim. Karena perbedaan pandangan
itulah, maka terjadi perbedaan pendapat antara Imam Syafi’i, Imam Hanafi
dan Imam lainnya. Hasilnya dinamakan ijtihad Imam Syafi’i yang pasti
berbeda dengan ijtihad Imam Hanafi dan Imam lainnya yang menentukan
batal atau tidaknya wudhu ketika menyentuh wanita muhrim.
Gambaran Imam 4 Madzhab dan Manhajnya
Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau lebih dikenal sebagai Imam Abu Hanifah.
Beliau berasal dari Kufah dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup
dalam dua masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk pengikut
tabiin , sebagian ahli sejarah menyebutkan, ia bahkan termasuk Tabi’in.
Mazhab Al-Hanafiyah sebagaimana dipatok oleh pendirinya, sangat dikenal sebagai terdepan dalam masalah pemanfaatan akal/ logika dalam mengupas masalah fiqih. Oleh para pengamat dianalisa bahwa di antara latar belakangnya adalah:
Karena
beliau sangat berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau
tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka beliau lebih
memlih untuk tidak menggunakannnya. Dan sebagai gantinya, beliau
menemukan begitu banyak formula seperti mengqiyaskan suatu masalah
dengan masalah lain yang punya dalil nash syar’i.
Kurang
tersedianya hadits yang sudah diseleksi keshahihannya di tempat di mana
beliau tinggal. Sebaliknya, begitu banyak hadits palsu, lemah dan
bermasalah yang beredar di masa beliau. Perlu diketahui bahwa beliau
hidup di masa 100 tahun pertama semenjak wafat nabi SAW, jauh sebelum
era imam Al-Bukhari dan imam Muslim yang terkenal sebagai ahli peneliti
hadits.
Di kemudian
hari, metodologi yang beliau perkenalkan memang sangat berguna buat umat
Islam sedunia. Apalagi mengingat Islam mengalami perluasan yang sangat
jauh ke seluruh penjuru dunia. Memasuki wilayah yang jauh dari pusat
sumber syariah Islam. Metodologi mazhab ini menjadi sangat menentukan
dalam dunia fiqih di berbagai negeri.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi .Berkembang sejak awal di kota Madinah dalam urusan fiqh.
Mazhab ini ditegakkan di atas doktrin untuk merujuk dalam segala sesuatunya kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk Madinah. Imam
Malik membangun madzhabnya dengan 20 dasar; Al-Quran, As-Sunnah ,
Ijma’, Qiyas, amal ahlul madinah , perkataan sahabat, istihsan,
saddudzarai’, muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man
qablana .
Mazhab ini
adalah kebalikan dari mazhan Al-Hanafiyah. Kalau Al-Hanafiyah banyak
sekali mengandalkan nalar dan logika, karena kurang tersedianya
nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki justru ‘kebanjiran’
sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini tumbuh dan berkembang di kota
Nabi SAW sendiri, di mana penduduknya adalah anak keturunan para
shahabat. Imam Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang
dikerjakan penduduk Madinah sepeninggal Rasulullah SAW bisa dijadikan
dasar hukum, meski tanpa harus merujuk kepada hadits yang shahih para
umumnya.
3. Mazhab As-Syafi’iyah
Didirikan oleh Muhammad bin Idris Asy Syafi’i . Beliau dilahirkan di Gaza Palestina tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah dan wafat di Mesir tahun 203 H.
Di Baghdad,
Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya . Kemudian beliu pindah ke Mesir
tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru . Di sana beliau wafat sebagai
syuhadaul ‘ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu
karangannya adalah “Ar-Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan
kitab “Al-Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i
adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Beliau
mampu memadukan fiqh ahli ra’yi dan fiqh ahli hadits .
Dasar madzhabnya: Al-Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
Beliau tidak mengambil perkataan sahabat karena dianggap sebagai
ijtihad yang bisa salah. Beliau juga tidak mengambil Istihsan sebagai
dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah dan perbuatan penduduk
Madinah. Imam Syafi’i mengatakan, ”Barangsiapa yang melakukan istihsan
maka ia telah menciptakan syariat.” Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam
Syafi’i adalah nashirussunnah ,”
Kitab
“Al-Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam
Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al-Karabisyi dari Imam
Syafi’i. Sementara kitab “Al-Umm” sebagai madzhab yang baru yang
diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al-Muzani, Al-Buwaithi, Ar-Rabi’
Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika
sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia adalah
madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”
4. Mazhab Al-Hanabilah
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani . Dilahirkan
di Baghdad dan tumbuh besar di sana hingga meninggal pada bulan Rabiul
Awal. Beliau memiliki pengalaman perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat
ilmu, seperti Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau
berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke Baghdad sehingga menjadi
mujtahid mutlak mustaqil. Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan.
Ia menguasai sebuah hadis dan menghafalnya sehingga menjadi ahli hadis
di zamannya dengan berguru kepada Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim
Al-Bukhari .
Imam Ahmad
adalah seorang pakar hadis dan fiqh. Imam Syafi’i berkata ketika
melakukan perjalanan ke Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah
saya tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan paling faqih
melebihi Ibnu Hanbal ,”
Dasar madzhab Ahmad adalah Al-Quran, Sunnah, fatwah sahahabat, Ijam’, Qiyas, Istishab, Maslahah mursalah, saddudzarai’.
Imam Ahmad
tidak mengarang satu kitab pun tentang fiqhnya. Namun pengikutnya yang
membukukannya madzhabnya dari perkataan, perbuatan, jawaban atas
pertanyaan dan lain-lain. Namun beliau mengarang sebuah kitab hadis
“Al-Musnad” yang memuat 40.000 lebih hadis. Beliau memiliki kukuatan
hafalan yang kuat. Imam Ahmad mengunakan hadis mursal dan hadis dlaif
yang derajatnya meningkat kepada hasan bukan hadis batil atau munkar.
Penegasan Para Imam Madzhab
“Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran
(dari padanya)”. (QS. Al-'Araf :3) Kiranya akan sangat bermanfaat bagi
kita untuk mendengar perkataan para Imam madzhab yang empat (Madzhab
Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi',i dan Madzhab Hambali), Agar kita
selalu mengikuti Sunnah dan meninggalkan perkataan serta
pendapat-pendapat yang menyelisihi Sunnah walaupun bersumber dari mereka
sendiri (Para Imam Madzhab). Hal ini merupakan bantahan terhadap
orang-orang yang jauh dari ilmu agama dan selalu taqlid buta, dimana
mereka sering berkata ” Kalau bukan pendapat Imam Syafi'i, maka aku akan
menolaknya” atau “Aku hanya akan mau memakai pendapat Imam Hambali,
selainnya maka aku enggan. “
Padahal
Imam Syafi'i dan Imam Hambali juga Imam-imam yang lain, tidak pernah
sekalipun mengajarkan kepada para pengikut-pengikutnya, untuk fanatik
buta kepada mereka. Semoga dengan mendengar perkataan-perkataan dari
mereka, kita akan semakin Istiqomah dalam menegakkan Sunnah dan
meninggalkan pendapat yang menyelisihinya .
Berikut perkataan para Imam-imam tersebut , semoga Allah merahmati mereka :
I.ABU HANIFAH (Imam Madzhab Hanafi)
1. 'Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku. ” (Ibnu Abidin di dalam Al-Hasyiyah 1/63)
2. 'Tidak
dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia
tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya”. (Ibnu Abdil Barr di
dalam Al-Intiqa'u fi Fadha 'ilits Tsalatsatil A'immatil Fuqaha'i, hal.
145)
3. Dalam
sebuah riwayat dikatakan: 'Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui
alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku”.
4. Di dalam
sebuah riwayat ditambahkan: “Sesungguhnya kami adalah manusia yang
mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari”.
5. “Jika aku
mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan
kabar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah
perkataanku”. (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)
II. MALIK BIN ANAS (Imam Madzhab Maliki)
Imam Malik berkata:
1.
“Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar.
Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab
dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan
Sunnah, tinggalkanlah”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami', 2/32)
2. 'Tidak
ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari
perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam “. (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus
Salik, 1/227)
3. Ibnu
Wahab berkata, 'Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang
menyelang¬-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, 'Tidak ada
hal itu pada manusia. Dia berkata. Maka aku meninggalkannya hingga
manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah
sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: Apakah itu? Aku berkata: Al
Laits bin Saad dan Ibnu Lahi'ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr
Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad
Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku
melihat Rasulullah
Shallallahu
AlaihinWaSallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada
diantara jari¬-jari kedua kakinya. Maka dia berkata, “sesungguhnya
hadist ini adalah Hasan,'aku mendengarnya hanya satu jam. Kemudian aku
mendengarnya, setelah itu
ditanya, lalu ia memerintahkan untuk menyelang-nyelangi jari-jari.
(Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta'dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
III. ASY-SYAFI'I (Imam Madzhab Syafi'i)
Makam Imam Syafi'i |
1. Tidak ada
seorangpun, kecuali dia harus bermadzab dengan Sunnah Rasulullah dan
menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan
mengasalkannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang
bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku. ” (Tarikhu Damsyiq karya
Ibnu Asakir,15/1/3)
2. “Kaum
muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya
Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak halal
baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan
seseorang. “
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal. 68)
3. ”Apabila
kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku
katakan. ” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
4. ”Apabila Hadist itu Shahih, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu', Asy-Sya'rani,10/57)
5. “Kamu
(Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist , dan orang¬-orangnya
(Rijalull-Hadits). Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia
kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam,
sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya. ” (
Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi'I, 8/1)
6. “Setiap
masalah yang didalamnya terdapat kabar dari Rasulullah Shalallahu alaihi
wa sallam adalah shahih …. dan bertentangan dengan apa yang aku
katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati. ”
(Al-¬Harawi, 47/1)
7. ”Apabila
kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang
bertentangan dengannya shahih, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku
telah bermadzhab dengannya (Hadits Nabi). “
(Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu'addab)
8. Setiap
apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa
sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka
hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu
mengikutiku. ” (ibnu Asakir, 15/9/2)
IV.AHMAD BIN HAMBAL (Imam Madzhab Hambali) '
Imam Ahmad adalah
salah seorang imam yang paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling
berpegang teguh kepadanya. Sehingga ia membenci penulisan buku-buku yang
memuat cabang-cabang (furu’ ) dan pendapat. Oleh karena itu ia berkata:
1. “Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi'i, Auza'i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil. ” (Al¬ Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I'lam, 2/302)
2. “Pendapat Auza'i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits. Red. )” (Ibnul Abdl Bar di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. “Barang
siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka
sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182). Allah berfirman: “Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan
terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya” (An-Nisa:65),
dan firman-Nya:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. ” (An-Nur:63).
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ
ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ “Maha suci Engkau ya
Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
sumber : jadipintar.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas saran & kritiknya !!