Masih Diperselisihkan. |
Pengertian Khitan
Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khatana “ yang berarti memotong.
Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga
menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit
(selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang
sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang
terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi
laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd.
Hukum Khitan Bagi Wanita.
Para ulama sepakat bahwa khitan wanita secara umum ada di dalam Syari’at Islam. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang
status hukumnya, apakah wajib, sunnah, ataupun hanya anjuran dan suatu
kehormatan. Hal ini disebabkan dalil-dalil yang menerangkan tentang khitan
wanita sangat sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan ruangan bagi para
ulama untuk berbeda pendapat. Diantara dalil-dalil dari hadits tentang khitan wanita adalah
sebagai berikut
- Hadist Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ “Lima hal yang termasuk fitrah yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memotong kumis.” [H.R.Bukhari (6297 - Fathul Bari), Muslim (3/257 - Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa'i (1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229) dan Al-Baihaqi (8/323)]. Bagi yang mewajibkan khitan wanita mengatakan bahwa arti “ fitrah “ dalam hadist di atas perikehidupan yang dipilih oleh para nabi dan disepakati oleh semua Syari’at, atau bisa disebut agama, sehingga menunjukkan kewajiban. Sebaliknya yang berpendapat sunnah mengatakan bahwa khitan dalam hadist tersebut disebut bersamaan dengan amalan-amalan yang status hukumnya adalah sunnah, seperti memotong kumis, memotong kuku dan seterusnya, sehingga hukumnya-pun menjadi sunnah.
- Sabda Rasulullah saw.:“Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima’-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)” [Shahih, H.R. At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]. Kelompok yang berpendapat wajib mengatakan bahwa hadist di atas menyebut dua khitan yang bertemu, maksudnya adalah kemaluan laki-laki yang dikhitan dan kemaluan perempuan yang dikhitan. Hal ini secara otomatis menunjukkan bahwa khitan wanita hukumnya wajib. Sedangkan bagi yang berpendapat khitan wanita adalah sunnah mengatakan bahwa hadist tersebut tidak tegas menyatakan kewajiban khitan bagi perempuan. (Asy Syaukani, Nailul Author : 1/147)
- Hadist Anas bin Malik r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah (wanita tukang khitan): اخْفِضِي، وَلا تُنْهِكِي، فَإِنَّهُ أَنْضَرُ لِلْوَجْهِ، وَأَحْظَى عِنْدَ الزَّوْجِ “Apabila engkau mengkhitan wanita potonglang sedikit, dan janganlah berlebihan (dalam memotong bagian yang dikhitan), karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami.” [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]. “Bagi yang mewajibkan khitan wanita, menganggap bahwa hadist di atas derajatnya ‘Hasan’, sedang yang menyatakan sunnah atau kehormatan wanita menyatakan bahwa hadist tersebut lemah.
- Riwayat Aisyah r.a. secara marfu’: “Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah (1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]. Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan. Berkata Imam Ahmad : “Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan” [Tuhfatul Wadud].
- Hadits “ Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita. “ (HR. Ahmad dan Baihaqi). Ini adalah dalil yang digunakan oleh pihak yang mengatakan bahwa khitan wanita bukanlah wajib dan sunnah, akan tetapi kehormatan. Hadist ini dinyatakan lemah karena di dalamnya ada perawi yang bernama Hajaj bin Arthoh.
Kesimpulan
- Dari beberapa hadist di atas, sangat wajar jika para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan wanita. Tapi yang jelas semuanya mengatakan bahwa khitan wanita ada dasarnya di dalam Islam, walaupun harus diakui bahwa sebagian dalilnya masih samar-samar.
- Perbedaan para ulama di atas di dalam memandang khitan wanita harus disikapi dengan lapang dada, barangkali di dalam perbedaan pendapat tersebut ada hikmahnya, diantaranya bahwa keadaan organ wanita (klitorisnya) antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Bagi yang mempunyai klitoris yang besar dan mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan mebuatnya tidak pernah tenang karena seringnya kena rangsangan dan dikhawatirkan akan menjeremuskannya ke dalam tindakan yang keji seperti berzina, maka bagi wanita tersebut khitan adalah wajib. Sedang bagi wanita yang klitoris berukuran sedang dan tertutup dengan selaput kulit, maka khitan baginya sunnah karena akan menjadikannya lebih baik dan lebih dicintai oleh suaminya sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist diatas, sekaligus akan membersihkan kotoran-kotoran yang berada dibalik klistorisnya. Adapun wanita yang mempunyai klitoris kecil dan tidak tertutup dengan kulit, maka khitan baginya adalah kehormatan. ( Ridho Abdul Hamid, Imta’ul Khilan bi ar-Raddi ‘ala man Ankara al-Khitan, hal. 21-22 ).
Pendapat Ulama Madzhab
Dikalangan Imam Mazhab terjadi khilaf tentang hukum khitan.
- Pendapat yang kuat didalam mazhab Syafi'i adalah wajib terhadap laki-laki dan wanita, demikian juga pendapat Imam Ahmad dan kebanyakan para ulama salaf.
- Sunat terhadap laki-laki dan wanita. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, demikian juga sebagian ulama dalam mazhab Syafi'i.
- Wajib pada laki-laki dan sunat pada wanita. Ini adalah pendapat sebagian ulama mazhab syafi'i.
Aneka Metode Khitan Untuk Wanita
Di tengah-tengah masyarakat, khitan wanita dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah :
- Memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klistoris (preputium clitoris). Cara ini dianjurkan dalam Islam, karena akan membersihkan kotoran-kotoran putih yang bersembunyi di balik kulit tersebut atau menempel di bagian klistorisnya atau yang sering disebut ( smegma ), sekaligus akan membuat wanita tidak frigid dan bisa mencapai orgasme ketika melakukan hubungan seks dengan suaminya, karena klistorisnya terbuka. Bahkan anehnya di sebagian Negara-negara Barat khitan perempuan semacam ini, mulai populer. Di sana klinik-klinik kesehatan seksual secara gencar mengiklankan clitoral hood removal (membuang kulit penutup klitoris).
- Menghilangkan sebagian kecil dari klistoris, jika memang klistorisnya terlalu besar dan menonjol. Ini bertujuan untuk mengurangi hasrat seks wanita yang begitu besar dan membuatnya menjadi lebih tenang dan disenangi oleh suami.
- Menghilangkan semua klitoris dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam (labium minora). Cara ini sering disebut infibulation Ini dilarang dalam Islam, karena akan menyiksa wanita dan membuatnya tidak punya hasrat terhadap laik-laki. Cara ini sering dilakukan di Negara-negara Afrika, begitu juga dipraktekan pada zaman Fir’aun, karena mereka mengira bahwa wanita adalah penggoda laki-laki maka ada anggapan jika bagian klitoris wanita di sunat akan menurunkan kadar libido perempuan dan ini mengakibatkan wanita menjadi frigid karena berkurangnya kadar rangsangan pada klitoris.
- Menghilangkan semua klistoris, dan semua bagian dari bibir kemaluan dalam (labium minora), begitu juga sepasang bibir kemaluan luar (labium mayora). Ini sering disebut clitoridectomy (pemotongan klitoris penuh ujung pembuluh saraf) Ini juga dilarang dalam Islam, karena menyiksa wanita.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa 97,6 % khitan di Mesir merujuk kepada
model kedua, dan 1,6 % merujuk pada model pertama. Sedang model ketiga/ keempat
hanya 4 % saja. (DR. Maryam Ibrahim Hindi , Misteri dibalik Khitan Wanita, hal
17 dan 101)
Di Indonesia sendiri praktek khitan pada wanita sering kali
salah dalam tekniknya, karena cuma dilakukan secara simbolis dengan sedikit
menggores klitoris sampai berdarah, atau menyuntik klitoris, atau bahkan hanya
menempelkan kapas yang berwarna kuning pada klistoris, atau sepotong kunyit
diruncingkan kemudian ditorehkan pada klitoris anak, bahkan di daerah tertentu
di luar Jawa, ada yang menggunakan batu permata yang digosokkan ke bagian
tertentu klitoris anak. Itu semua hakekatnya tidak atau belum dikhitan.
Hikmah Pengkhitanan Wanita
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Hikmah khitan bagi laki-laki adalah
mensucikan mereka dari najis yang tertahan pada kulup kemaluan. Sedangkan
hikmah khitan bagi wanita adalah untuk menyederhanakan syahwatnya, sesungguhnya
kalau tidak wanita tidak dikhitan maka syahwatnya akan menggejolak.” (Fatawa
Al-Kubra, I/273).
Beliau –rahimahullah- juga berkata, “Hendaknya wanita juga dikhitan, yaitu
dengan cara memotong sedikit kulit bagian atas kemaluannya yang menyerupai
cengger ayam (klitoris).”
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas saran & kritiknya !!