Muslimah Adzan. |
Adzan mulai disyaria'tkan pada tahun
pertama Hijriah; sebuah riwayat dari Bukhari dan Muslim mengisahkan
bagaimanakah adzan disyariatkan. Ketika rombongan para sahabat yang hijrah dari
Makkah tiba di Madinah bersama Rasulullah SAW, telah masuk waktu
shalat. Di saat bersamaan, belum terdapat media yang dipergunakan untuk
memanggil khalayak agar berkumpul dan shalat berjamaah.
Mereka akhirnya bermusyawarah. Ada usulan menggunakan lonceng ala Nasrani atau
torempet seperti umat Yahudi. Lantas, Umar bin Khatab mengusulkan cukup dengan
panggilan yang diserukan oleh seorang sahabat. Rasulullah akhirnya menunjuk Bilal untuk memenuhi tugas tersebut. Bilal, adalah muadzin pertama. Dan, ia
adalah sosok lelaki.
Bila sahabat Bilal adalah sosok sahabat dari golongan laki-laki, muncul dalam
kajian fikih Islam pertanyaan tentang boleh atau tidaknya seorang perempuan
mengumandangkan adzan. Inilah beberapa pendapat beberapa ulama:
- Dari hadits di atas, Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari-nya mengemukakan penunjukan adzan hanya ditujukan untuk golongan laki-laki. Karena itu, mayoritas ulama bersepakat bahwa seorang perempuan tidak boleh adzan ataupun iqamat untuk jamaah laki-laki. Pendapat ini masyhur dipakai oleh empat mazhab fikih terkemuka, yaitu Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Dengan demikian, seorang perempuan tidak diperbolehkan adzan untuk jama'ah lawan jenis.
- Lalu, timbul permasalahan apakah adzan yang sudah telanjur dikumandangkan sah? Terkait ini, para ulama juga berselisih pandang. Pendapat pertama mengatakan adzan yang terlanjut ia kumandangkan tidak sah. Pandangan ini dianut oleh mayoritas ulama dari Mazhab Maliki, Syafii, dan Hambali. Sedangkan pendapat kedua menyatakan adzan perempuan yang bersangkutan dianggap sah dengan adanya kemakruhan. Pendapat ini banyak digunakan di Mazhab Hanafi.
- Kemudian, bagaimana bila yang bersangkutan beradzan untuk komunitas Muslimah. Bolehkah adzan ia kumandangkan? Sebuah riwayat dari Abdullah bin Umar yang dinukil oleh Baihaqi menyebutkan bahwa sebagaimana sabda Rasulullah, tidak ada adzan dan iqamat bagi kaum wanita.Berdasarkan pada hadits ini:
- Penganut Mazhab Hambali dan Maliki berpendapat bahwa tidak ada adzan dan iqamat bagi kaum wanita.
- Adapun menurut
Mazhab Syafi’i, tidak ada larangan pengumandangan adzan oleh
Boleh Adzan Untuk Jama'ah Muslimah
Menyikapi azan
Syekh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Al Jami’ fi Fiqh An Nisa’, mengatakan bagi
Muslimah yang menjadi objek dari adzan, ada beberapa hal yang penting ditempuh
mereka saat mendengar dan seusai adzan dikumandang kan. Di antaranya:
- Muslimah yang mendengar adzan, hendaklah ia mengucapkan bacaan seperti apa yang
Jama'ah Muslimah - Sunnah lainnya yang bisa dikerjakan seusai mendengar adzan ialah bershalawat kepada Nabi SAW. Riwayat Muslim menyebutkan bahwa barang siapa yang bershalawat sekali bagi Rasulullah, Allah akan ber salawat 10 kali baginya. Selain bershalawat, hendaknya disertai dengan pengajuan doa kepada-Nya. Waktu yang terdapat di antara adzan dan iqamat, menurut sejumlah dalil disebut-sebut sebagai momen yang tepat untuk berdoa. Di waktu itu, Allah banyak mengabulkan do'a.
Hal ini sebagaimana yang dikutip dari hadits Anas bin Malik. Menurut hadits
riwayat Turmudzi itu, Rasulullah menegaskan bahwa tidak akan ditolak do'a yang
dibaca di antara dan adzan dan iqamat. Tak hanya saat adzan. Ketika iqamat mulai
diserukan oleh muadzin, hendaklah wanita mengucapkan, أ“Aqaamahallaahu wa adaamahaa/Semoga Allah mendirikan
dan melanggengkannya.”
sumber : jadipintar.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas saran & kritiknya !!